Tuesday, November 14, 2006

Hukum Islam dianggap kejam ?

Banyak tuduhan yang diarahkan kepada hukuman terhadap orang murtad, hukum rajam, potong tangan, dan qishash yang dianggap kejam, tidak manusiawi dan barbar. Persoalannya seringkali hukuman tersebut dilihat dari satu sisi, yaitu kemanusiaan menurut standard abad 20 yang
dianggap paling beradab tanpa melihat alasan, maksud, tujuan, dan efektifitas hukum tersebut.
Hal-hal seperti ini seringkali kita lihat di forum2 pemurtadan (contohnya FFI), pendapat2 yang menyebut bahwa hukum Islam adalah barbar menjadi obrolan tiap hari, mereka berdebat tanpa dasar dan pengetahuan yang cukup.

Melihat dari sumber pidananya, hukuman dalam Islam memiliki landasan yang sangat kokoh, yaitu Alquran dan Sunnah bukan berdasarkan dugaan manusia belaka. Melihat dari segi kepastian hukum juga jelas karena tidak boleh ada perubahan terhadap tindak pidana yang diberi ancaman hukum hadd.

Sistem ini juga mengenal sistem pengampunan jika korban atau keluarga korban mau memaafkan, serta memperhatikan aspek pencegahan, pendidikan, dan perlindungan bagi masyarakat, sekaligus perbaikan bagi si pelaku.

Selain itu, hukuman yang dijatuhkan hanya dapat dilakukan jika telah memenuhi syarat-syarat yang ketat. Dalam hal pencurian misalnya pemotongan tangan adalah hukuman maksimum. Ia tidak boleh dijatuhkan jika pencurian dilakukan terhadap harta yang tidak mencapai nishab atau jumlah tertentu; jika motif karena sesuatu yang darurat, dsb. Sama halnya dengan dibunuh dalam murtad adalah hukuman maximum. Begitu juga murtad yang akhirnya bisa menyadari kesalahannya maka dia akan diampuni, (riddah mujarradah (murni)).
Biasanya hal ini di samaratakan oleh forum pemurtadan seperti FFI untuk menyamaratakan pendapat bahwa setiap orang murtad pasti akan dibunuh tanpa melihat tingkatan murtad dan syarat diberlakukannya hukuman mati bagi para murtadun.

Selanjutnya menurut Muhammad Iqbal Siddiqi kritik yang dilancarkan Barat terhadap hukuman perzinahan yang diterapkan Islam misalnya dibangun semata-mata karena perasaan moral mereka yang belum terbangun seutuhnya.

Mereka melihat zina sebagai sesuatu yang bersifat indecent, menyenangkan, dan biasa. Karena itu, mereka ingin mentoleransi perbuatan tersebut. Sehingga tidak aneh kalau hukum Islam kemudian dianggap kejam.

Nah, jika perasaan moral dan sosial telah terbangun mereka akan menyadari bahwa perzinahan baik yang dilakukan dengan paksaan atau sukarela, baik oleh orang yang terikat perkawinan atau tidak, merupakan suatu kejahatan sosial yang akan mempengaruhi masyarakat secara keseluruhannya.